3 Buah Kerupuk kulit 1000 rupiah

"Saya bukan orang pinter yang jago membuat analisa," kata Bapak itu. Entah siapa namanya.

"Yang saya tahu hanya saya harus terus berusaha untuk membuat  karyawan saya tetap bekerja."
"Karyawan ada berapa, pak?"
"Ada 2," jawabnya sambil menerima pembayaran kerupuk kulit.
Oh ya... kami bertemu di rumah teman ketika tengah bersilaturahim, bertepatan beliau mengantar kerupuk kulit.
" Kerupuk ini awalnya ketika ada yang jual 1 bungkus isinya cuma 3 biji. Harganya 1000. Terus saya tawarkan supply ke sana."
"Deal?"
"Iya. Padahal saya belum punya bayangan mau ambil darimana, bikinnya bagaimana," katanya sambil tertawa.
"Sekarang saya sedang cari 1 karyawan lagi buat kerupuk kulit."

Begitu sederhana.
Jauh dari kata njelimet dan ribet seperti yang sering dibayangkan orang ketika menyebut kata 'usaha'.

Ini adalah salah satu foto favorit saya meski  mungkin tidak proporsional, apalagi  indah.
Dulu ketika kecil saya sering dilarang hujan-hujanan.
Padahal hujan-hujanan itu mengasyikkan.
Makanya meski dilarang, saya nekad. Selepas main hujan di SD pulangnya lewat pintu belakang. Seolah dengan begitu orang tua tidak tahu kalau anaknya habis hujan-hujanan :-)
Agak gede sedikit, naik sepeda sampai perbatasan Kebumen dengan teman.  Pulangnya hujan.  Bukannya berteduh, kami asyik pulang hujan-hujanan.
SLTA sama.  Ketika pulang main, tiba-tiba  hujan.  Dipinjami payung.  Sebagai orang Jawa yang menghormati niat baik, payung diterima.  Sampai jaln besar, payung dilipat.  Hujan-hujanan lagi.
Di Bekasi salah satu yang paling berkesan ketika konvoi boncengan motor  ke Bandung.  Sepanjang jalan hujan.  Badan menggigil.  Sampai tujuan jadi hangat ketika disajikan makanan dengan menu pete bakar  :-)
Lupakan sejenak ketakutan akan banjir.
Biarkan anak keluar, mengekspresikan jiiwa, dan menikmati tiap tetesan air dengan segala barokahnya....

Sinetron Operasi Tangkap Tangan Korupsi



Sore kemarin terjadi Operasi Tangkap Tangan di Kementerian Perhubungan.

Sama sekali tidak mengherankan sebenarnya. Sudah jadi rahasia umum kok, kalau pelayanan publik di negeri ini bukanlah pelayanan, tapi minta dilayani.

Yang mengherankan justru ketika nonton TV, sekilas presenternya menyebut nominal pungli HANYA puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
Takut telinga  salah dengar, saya coba googling dengan menyertakan kata HANYA sebagai keyword.
Dan...
Ada lho ternyata situs yang mencantumkan kata itu.

Begini.
Indonesia itu mayoritas penduduknya rakyat kecil. Salah satunya saya. Serius, ngaku saya...
Salah satu kejahatan terorganisir yang suaaaangat kami benci ya korupsi ini. Para pejabat itu lupa kalau digaji dari keringat kami, dibayar untuk melayani kami. Tapi kok ya  masih kurang dan malah terus memeras hasil keringat kami.
Makanya kami bersorak ketika para pejabat dengan korupsi milyaran rupiah ditangkap KPK.
Kami bergembira saat perampok trilyunan rupiah  berdasi itu dijebloskan ke bui. Ironisnya senyumnya masih mengembang.
Geregetan yakin lah....
Sama seperti geregetannya emak kami ketika melihat tokoh antagonis di sinetron tersenyum dengan licik.

Dan faktanya korupsi macam itu memang mirip dengan kisah sinetron kita.
Di zaman serba sulit dan pelemahan daya beli, sinetron kita konsisten dengan cerita absurd keluarga-keluarga kaya dengan latar belakang cinta-cintaan.
Begitulah kami melihat korupsi milyaran dan trilyunan rupiah. Cuma bisa gedheg sambil kadang membayangkan seberapa banyak uang korupsi itu kalau disusun ya...?

Sementara dompet kami? Waktu musim gajian bisalah sesekali beberapa warna biru dan merah bertengger.
Tapi kalau sudah tanggal tua, dominasi mereka akan digeser pecahan 2 ribu, goceng, ceban, atau 20 ribuan. Sarapan cukup nasi uduk dengan bakwan atau tempe goreng. Tanpa telur! Cukup goceng budgetnya.
Penghematan coy....

Maka ketika pungli senilai puluhan ribu hingga jutaan disepelekan dengan kata 'hanya', kok saya jadi tersinggung ya...

Buat kami OTT korupsi 7, 8, 9, 10 digit layaknya sinetron. Terlalu jauh dari angan. Hanya bisa ditonton seraya mengaduk-aduk emosi.
Tapi korupsi puluhan ribu itulah realita yang tiap saat dihadapi dengan mempertaruhkan uang beras.
Orang kecil macam kami hanya bisa ndomblong dengan korupsi kelas kakap, tapi pusing setengah hidup menghadapi pungli membuat KTP, pengantar desa, atau kecamatan.
Kami mendadak panas dalam saat musti membayar puluhan ribu agar KK cepat jadi. Tak sudi membayar? Bisa... tapi lama....
Izin ini itu juga harus menyediakan uang biru merah.
Makanya... mbok ya jangan menyepelekan korupsi kecil dengan kata 'hanya'.
Karena yang 'kecil' itu lah isi dapur kami....


Dari Komunitas Tin untuk Garut

Siang begitu teriknya ketika terdengar raungan sirene mobil pemadam kebakaran. Mestinya kendaraan lain akan menepi memberikan jalan agar mobil pemadam kebakaran bisa lewat seperti kata buku pendidikan kewarganegaraan anak saya.

Tapi ini tidak.
Sebagian kendaraan memang menepi. Tapi sebagian lainnya justru memanfaatkan  ruang bagi mobil pemadam itu. Langsung kebuuut.... Mendahului mobil pemadam yang terpaksa mengalah, kembali jalan tersendat....
Betapa empati makin menipis...
Maka ketika teman-teman BFL berinisiatif mengadakan lelang amal untuk donasi bencana banjir Garut, serasa ada guyuran es yang menyejukkan.
Lebih menggembirakan lagi ketika lelang dieksekusi. Berlomba-lomba para tiner dari berbagai penjuru tanah air secara spontan menyerahkan koleksinya sebagai bonus lelang. Untuk lelang LDA saja, lebih dari 20 item bonusnya dengan hasil akhir 12470000 rupiah.
Belum lelang lainnya.
Konon terkumpul total lebih dari 20 juta.

Hanya melalui media facebook!!!
Merinding saya....
Sungguh suatu kebanggaan bagi saya bisa menjadi bagian kecil dari Komunitas Tin Indonesia.
Meski sering terdengar suara sumbang, tiner Indonesia tetap bergerak.
Memberi manfaat, menebar empati...
Bukan karena kaya, tapi karena kami perduli....

Tin, Khasiat dan Testimoni

Bismillah
Wattini wazzaytun
Bahkan Allah berfirman atas nama buah tin disandingkan dengan buah zaitun.
Pasti ada yang spesial dengan buah ini. Penelitian pun dilakukan. Hasilnya? Seabrek manfaatnya.
Jadi kalau galau dengan harga tin, lihat dari sisi manfaatnya.
Tin dan batu akik ada miripnya. Sama-sama mahal.
Tapi rendaman daun tin dalam air panas khasiatnya banyak. Rendaman batu? Mesti ke Ponari dulu kayanya.
Harga tin turun?
Alhamdulillah....
Akan makin banyak orang yang bisa menikmati khasiatnya.
Dan wajar saja sebenarnya. Semakin banyak orang punya pohon tin, semakin melimpah stok. Sementara harga kaitannya dengan supply and demand.
Fokus ke khasiat akan lebih baik.

KTC (Kebun Tin Cikarang)

"Ahad pagi antum ada acara, ga?" begitu bunyi tulisan di WA.
Hmmm... mau ada tamu.
"Insya Allah rencana mau ke KTC."
Halah...!!
Tujuan utamanya ke KTC ternyata, bukan ke saya.


Tapi pantas saja sebenarnya.
Untuk penggemar tin terutama daerah Cikarang-Bekasi dan sekitarnya,  KTC adalah salah satu destinasi yang wajib dikunjungi. Ratusan bibit dan pohon tin beraneka varian terhampar di sana, bertetangga dengan puluhan pohon pepaya yang tengah berbuah lebat.
Saung teduh di atas kolam nila membuat suasana makin asri. Apalagi ada sepiring uli goreng dan pepaya mengkal krenyes-krenyes....


Memulai bertanam tin dari sekitar 3 tahun lalu di halaman rumah, KTC berkembang pesat di lahan yang cukup luas. Bahkan KTC jilid 2 kini dalam proses. Ratusan juta aset KTC dalam hitungan saya. Atau tembus M mungkin....
Luar biasa....

Jangan pernah berpikir keberhasilan itu tercapai dengan instan. Perlu kerja keras yang luar biasa untuk memperkenalkan tanaman yang relatif belum terlalu dikenal di Indonesia. Buka stand di Tanam Perdana Indonesia Berkebun dilalui dengan tatapan heran pengunjung pada si entin. Apalagi ketika disebutkan harganya yang lumayan bikin shock.
Tidak kapok, KTC buka stand lagi di GCC. Hujan-hujanan. Nekad!
Tapi ya... itulah perjuangan. Diimbangi promosi online disertai pendaftaran di gmaps untuk menambah kepercayaan customer, KTC makin dikenal.

Izin Allah tentu saja di atas segala kerja keras. Izin, ridha yang mungkin terjadi karena kedermawanan Ridwan Setiawan sang owner KTC. Ketika ada bencana, KTC salah satu yang terdepan bergerak. Entah sudah berapa pohon aset KTC diniagakan dengan Allah melalui lelang amal.


Dalam silaturrahim pun beliau luar biasa. Newbie macam saya tetap disambut dengan segala keramahan. Mengajari dengan sabar mulai dari varian, pemupukan hingga grafting. Bahkan tak segan berbagi cutting dan entress agar saya bisa punya pohon tin.

Terima kasih banyak, suhu...
Ditunggu kopdarnya waktu nila layak goreng... :-)

Berjualan ala Hamzah




Hamzah berjualan.
Mendadak dia minta dibelikan chocolatos, yupi, richeese, nutrisari, dan entah apa lagi. Buat dijual di sekolah.

Uminya cuma mengiyakan seraya bertanya,"Temannya ada yang sudah jualan?"
"Ada. Mbak A jualan B, C, dan D."
"Kalau begitu Hamzah jualannya E, F, sama G."
Deal! Dan berangkatlah uminya ke agen sembako.

Hari pertama berjualan, Hamzah pulang dengan senyum lebar. Dagangannya habis.
Saya ikut tersenyum.
Ikut senang.
Bukan masalah keuntungan. Tapi lebih ke kemandirian... juga keberanian. Betapa itu terbawa hingga ke rumah.
Kalau ada tamu orangtuanya yang dia kenal, tanpa ragu akan dia tawari.
"Mau yupi, atau momogi?"
He... he....


Hari kedua dia masih tersenyum. Campur bingung dan geli. Uang hasil jualan kok lebih sedikit dari hari pertama. Padahal penjualan kurang lebih sama.
Hmmm....
Saatnya belajar bahwa hasil kadang tak semanis ekspektasi. Bisa karena masalah intern, sering pula dari eksternal. Dicurangi misalnya....

Siang ini di hari ketiga senyumnya kembali lebar. Dompetnya penuh recehan. Sibuk menghitung hasil penjualan, mendadak dia ingat sesuatu. "Botol minumnya ketinggalan....

Duh....
Sudah 2 botol tupperware seharga 100 ribuan yang hilang di sekolah. Ini mungkin jadi yang ketiga.

Uminya langsung memberi ceramah gratis. Saya hanya diam.
Wajar uminya ngomel. Setidaknya untuk mengingatkan bahwa berjualan bagus, tapi tidak boleh membuat lalai. Apalagi melupakan tugas utamanya.

"Jadi bagaimana? Mau dipotong saja? Sekali potong 10 ribu?"

Saya tahu uminya cuma menggertak. 1 box jajanan terjual, keuntungan Hamzah paling 1 - 3 ribu. Mana tega dia...

Hamzah cuma menunduk.
Entah takut, sedih, atau pura-pura....
Dan saya berkata dalam hati,"Proud of you, son!"